Pembukaan Al-Hikam


بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

الحمد لله رب العالمين

اللهُم َّصلِّ علٰى سَيِّدنا مُحَمّدٍ عبدِكَ وَنبيِّكَ ورسولِكَ النَّبيِّ الاُمِيّ وَعلٰى اٰلهِ وَصَحْبِهِ وسَلِّم تسليماً بقدرِ عظمةِ ذاَتِكَ في كـُلِّ وَقتٍ وَحيـنٍ.
سُبْحَانَكَ اللّهُمَّ رَبنَّاَ لاَعِلْمَ لنَاَ اِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا. إِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ. وَتُبْ عَلَيْناَ إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيْمُ. وَتَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَعَلِمْنَامِنْ لَدُنْكَ عِلْمًا نَافِعاً يَاذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ. اَللّهُمَّ افْتَحْ لَنَا حِكْمَتَكَ وَانْشُرْ عَلَيْنَا رَحْمَتَكَ ياَذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ .    امين

قال المصنف رحمه الله تعالى ونفعنا به وبعلومه فى الدارين    آمين




الحكم لإبن عطاء الله السكندري

*_______ -﷽-_______*
               
مِنْ عَلاَ مَةِ اْلاِعْـتِــمَادِ عَلَى الْعَمَلِ، نُقْصَانُ الرَّجَاءِ عِنْدَ وُجُـودِ الزَّ لــَـلِ

"Di antara tanda-tanda orang yang senantiasa bersandar kepada amal-amalnya, adalah kurangnya ar-raja’ (rasa harap kepada rahmat Allah) di sisi alam yang fana."

Syarah :
Jangan sampai orang ketika beramal itu bergantung pada amalnya, karena hakikatnya yang menggerakkan amal ibadah itu Alloh swt. sehingga apabila terjadi kesalahan, seperti, terlanjur melakukan maksiat, atau meninggalkan ibadah rutinnya, ia tidak akan merasa putus asa dan berkurang pengharapannya kepada Alloh swt.
Sehingga apabila berkurang pengharapan kepada rohmat Alloh swt, maka amalnyapun akan berkurang dan akhirnya berhenti beramal.

Seharusnya dalam beramal merasa dikehendaki dan dijalankan oleh Alloh swt. diri kita hanya sebagai media berlakunya Qudrat Alloh swt.
Kalimat: لا اله الا الله
Tidak ada Tuhan, berarti  tidak ada tempat bersandar, berlindung, berharap selain Alloh swt, tidak ada yang menghidupkan dan mematikan, tidak ada yang memberi dan menolak melainkan Alloh swt.
Pada dasarnya syari’at menyuruh kita berusaha dan beramal.
Sedang hakikat syari’at melarang kita menyandarkan diri pada amal dan usaha itu, supaya tetap bersandar pada karunia dan rahmat Alloh subhanahu wata’ala.

Apabila kita dilarang menyekutukan Alloh swt. dengan berhala, batu, kayu, pohon, kuburan, binatang dan manusia, maka janganlah menyekutukan Allah dengan kekuatan diri sendiri, seakan-akan merasa sudah cukup kuat dapat berdiri sendiri tanpa pertolongan Allah, tanpa rahmat, taufik, hidayat dan karunia Allah subhanahu wata’ala.

Jika kita berharap akan rahmat-Nya, maka kita tidak akan menggantungkan harapan kepada amal-amal kita, baik itu besar atau pun kecil.
Dan hal yang paling mahal dalam suluk adalah hatiyaitu apa yang dicarinya dalam hidup. Dunia ini akan menguji sejauh mana kwalitas raja' (harap) kita kepada Allah Ta’ala.

Nabi -shallallallahu ‘alahi wa sallam- bahwa beliau bersabda: 
لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ أَحَدٌ بِعَمَلِهِ قِيْلَ وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ أَنَا إِلاَّ أَنْ يَتَغَمَّدَنِيَ اللهُ بِرَحْمَتِهِ
"Tidaklah seseorang masuk surga dengan amalnya. Ditanyakan, “Sekali pun engkau wahai Rasulullah ?” Beliau bersabda, “Sekali pun saya, hanya saja Allah telah memberikan rahmat kepadaku.”

(HR. Bukhari 5673, Muslim 2816)

Huruf ب pada hadits ini disebut ba’ iwadh wal muqabalah (yang menunjukkan sebagai ganti).

Jadi, maksud hadits ini amal hamba itu bukanlah sebagai ganti harga surga, namun karena kemurahan, rahmat, dan karunia Allah.

Jadi hadits tersebut bukan menafikan amal, Amal adalah termasuk dari tujuan diciptakannya Jin dan Manusia, yaitu beribadah kepada Allah. Tentunya dengan memahami syarat-syarat diterimanya amal yaitu ikhlas dan sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Wallahu a'lam.

Seorang yang bijak pernah berkata :
  • Ketika seseorang telah sampai pada hakikat Islam, dia tak mampu berhenti berusaha /  beramal baik.
  • Ketika seseorang memahami hakikat iman, dia tak akan mampu beramal / bekerja tanpa disertai Tuhan.
  • Ketika seseorang sampai kepada hakikat ihsan (kebaikan), dia tak mampu berpaling kepada selain Tuhan.

Apa pelajaran yang dapat kita peroleh dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini ?
  1. Dengan menyadari bahwa amal itu bukan produk kita tapi pemberian dan anugerah Tuhan, maka kita diajarkan agar tidak merasa paling alim sendiri, saleh sendiri, Islami sendiri, karena amalan kita. Sombong dan tinggi hati bukanlah perangai orang beriman.
  2. Kita juga diajarkan untuk rendah hati, jangan merasa sok bahwa usaha kita menentukan segala-galanya. Sebab perasaan sombong semacam itulah yang akan menjerembabkan kita kepada perasaan mudah putus asa, patah hati, pesimis.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pembukaan Al-Hikam"

Posting Komentar