TAJRID DAN ASBAB

إِرَ ادَ تُــكَ الـتَّجْرِ يْدَ مَـعَ إِقَامَـةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ اْلأَسْبَابِ مِنَ الشَّـهْـوَ ةِ الْخَفِـيـَّةِ
وَ إِرَادَ تُـكَ اْلأَسْبَابَ مَعَ إِقَامَةِ اللَّهِ إِ يَّـاكَ فيِ الـتَّجْرِ يْدِ اِنحِطَاطٌ مِنَ الْهِمَّةِ الْعَـلِـيـَّةِ


"Keinginanmu untuk tajrid, sementara Allah masih menegakkan engkau di dalam  asbab, merupakan  syahwat yang tersamar (halus).
Dan keinginanmu kepada  asbab, pada saat Allah sudah menegakkan engkau dalam  tajrid, merupakan suatu kejatuhan dari himmah yang tinggi."


Syarah:
Inilah pentingnya untuk berserah diri dalam bersuluk (dalam perjalanan), agar mengetahui kapan seseorang harus tajrid dan kapan seseorang harus terjun dalam dunia asbab.
Semua kehendak seorang salik haruslah bekesesuaian dengan Kehendak Allah.
Tujuan hidup itu hanya untuk beribadah (menghamba) kepada Alloh, sesuai tuntunan Al-qur’an.

Tetapi setelah ada semangat dalam ibadah, kadang ada yang berpendapat bahwa salah satu yang merepoti atau mengganggu dalam ibadah yaitu bekerja (kasab). Lalu berkeinginan lepas dari kasab atau usaha dan hanya ingin melulu beribadah.
Keinginan yang seperti ini termasuk keinginan nafsu yang tersembunyi atau samar.
Kewajiban seorang hamba, menyerah kepada apa yang dipilihkan oleh majikannya. Apa lagi kalau majikan itu adalah Alloh yang Maha Mengetahui tentang apa yang terbaik bagi hambanya.

Tanda didudukkan ASBAB yaitu apabila terasa ringan bagimu, sehingga tidak menyebabkan lalai menjalankan suatu kewajiban dalam agamamu, juga menyebabkan engkau tidak tamak [rakus] terhadap milik orang lain.
Tanda didudukkan TAJRID yaitu Apabila Tuhan memudahkan bagimu kebutuhan hidup dari jalan yang tidak tersangka, kemudian jiwamu tetap tenang ketika terjadi kekurangan, karena tetap ingat dan bersandar kepada Tuhan, dan tidak berubah dalam menunaikan kewajiban-kewajiban.

Syeikh Abu Abbas al- Mursy bercerita : Ada seorang ahli dibidang ilmu lahiriah, ketika ia dapat merasakan sedikit dalam perjalanan ini, ia datang kepadaku sambil berkata : Aku akan meninggalkan kebiasaanku untuk mengikuti perjalananmu.
Aku menjawab : Bukan itu yang kamu harus lakukan, tetapi tetaplah dalam kedudukanmu, sedang apa yang akan diberikan Allah kepadamu pasti sampai kepadamu.

Maqom TAJRID adalah kedudukan manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia, di mana rizkinya dimudahkan oleh Allah SWT. Sumber rizki tersebut didatangkan dengan tanpa harus dicari dan diikhtiari.

Maqom ASBAB adalah di mana rizki seseorang tidak didatangkan kecuali melalui sebab-sebab yang diusahakan dan diikhtiari sendiri atau dengan bekerja.
Dalam hikmah diatas ada istilah istilah tajrid, asbab, himmah, syahwat. Himmah merupakan lawan kata dari syahwat, yang juga memiliki arti keinginan.
Namun bila syahwat merupakan keinginan yang rendah, maka himmah adalah keinginan yang tinggi, keinginan menuju Allah.

___________

Suatu hari ada seseorang yang hendak menjalani kehidupan menjadi sufi, lalu mendatangi sufi besar Mesir asal Murcia, Spanyol, Abu al-Abbas al-Mursi (w. 1287 M).

Sebelum sempat dia mengatakan maksud kedatangannya, 
Syekh Mursi sudah mendahuluinya dengan sebuah pembicaraan yang isinya berikut ini :

"Beberapa hari yang lalu," kata Syekh Mursi, "ada seorang ahli ilmu-ilmu dhohir (ilmu syariat) datang kepadaku."

"Dia sudah sedikit mencicipi ilmu batin, lalu memutuskan untuk meninggalkan pekerjaannya sebagai guru ilmu-ilmu dhohir." Lalu aku berkata kepadanya : "Bukan begitu caranya. Tetaplah kamu dalam posisi yang telah diberikan Tuhan kepadamu. Pengalaman mistik yang kami miliki akan bisa kamu capai dengan jalan yang kamu tempuh sekarang ini."

Apa pelajaran yang bisa kita petik dari kebijaksanaan Ibn Ataillah ini ?

Ialah bahwa masing-masing orang memiliki kelasnya masing-masing. Masing-masing orang punya dharma sendiri-sendiri. Orang harus hidup sesuai dengan dharma, maqam, dan kelas-kelasnya. Jangan menyalahi kodrat.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "TAJRID DAN ASBAB"

Posting Komentar